PENYEBAB
DEGRADASI LAHAN
Degradasi lahan secara umum disebabkan oleh proses alami dan
akibat aktivitas manusia. Barrow (1991) secara lebih rinci menyatakan bahwa
faktor-faktor utama penyebab degradasi lahan adalah:
1)
Bahaya alami
2)
Perubahan jumlah populasi manusia
3)
Marjinalisasi tanah
4)
Kemiskinan
5)
Status kepemilikan tanah
6)
Ketidakstabilan politik dan masalah
administrasi
7)
Kondisi sosial ekonomi
8)
Masalah kesehatan
9)
Praktek pertanian yang tidak tepat,
dan
10)
Aktifitas pertambangan dan industri.
Degradasi
lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik. kimia dan biologi.
Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan, ketidakseimbangan
air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi. Degradasi kimiawi
terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian, ketidakseimbangan
unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi. Sedangkan degradasi
biologis meliputi penurunan karbon organik tanah, penurunan keanekaragaman
hayati tanah, dan penurunan karbon biomas.
Dampak Degradasi Lahan
Degradasi lahan merupakan proses geomorfologi yang cenderung menurunkan
permukaan bumi. Penurunan permukaan bumi dapat terjadi akibat erosi dan
mass
wasting. Degradasi lahan dapat dipicu oleh beberapa faktor yang bersifat
alami dan aktivitas manusia. Degradasi lahan yang disebabkan oleh proses erosi
dan
mass wasting secara alamiah dapat disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi seperti di Indonesia yang beriklim tropis. Lerengan yang terjal dapat
memicu cepatnya proses erosi sehingga tanah subur hasil pelapukan akan cepat
terkelupas dan menyebabkan tanah menjadi gersang. Aktivitas manusia yang tidak
bertanggung jawab seperti penggundulan hutan akan lebih cepat memicu proses
erosi bahkan dapat menyebabkan
banjir bandang yang merusak, karena air
hujan yang turun tidak dapat diserap dan ditahan oleh tanah
.
Menurut laporan FAO tahun 1972 menyebutkan subjek-subjek degradasi lahan
meliputi, erosi, salinasi dan alkalinasi, sampah organik terutama di daerah
pertokoan.
Proses degradasi lahan dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terjadinya proses erosi dapat menyebabkan tanah
menjadi tidak subur sehingga tidak dapat ditanami. Akibatnya produksi pertanian
akan menurun dan biaya produksi akan meningkat karena perlu penanganan khusus,
misalnya petani harus menggunakan pupuk. Jika biaya produksi pertanian tinggi
dan hasilnya menurun berimbas terhadap petani akan merugi. Dampak degradasi
lahan juga dapat terjadi di lingkungan kota maupun desa.
Kerusakan
lingkungan yang terjadi di kota disebabkan salah satu karena besarnya arus
urbanisasi. Kebiasaan penduduk membuang sampah di mana-mana menjadi kebiasaan
buruk masyarakat perkotaan. Minimnya daur ulang sampah di kota mengakibatkan
bermacam-macam kerusakan
.
Diantaranya tidak tersedianya air minum dan tempat tinggal yang bersih. Hal
tersebut dapat menyebabkan terjangkitnya berbagai macam penyakit seperti kolera
dan demam berdarah.
Kerusakan lingkungan kota lainnya adalah terjadinya
banjir dan kenaikan jumlah penduduk yang mengakibatkan meningkatnya
pengangguran dan kriminalitas. Sedangkan kerusakan lingkungan di pedesaan
terlihat adanya perluasan lahan pertanian dengan cara-cara yang tidak tepat,
seperti penebangan hutan secara liar. Hutan mempunyai fungsi sebagai pelindung
tanah. Ketika hutan berfungsi lagi maka terjadilah erosi yang sangat merugikan
bagi masyarakat di sekitarnya.
Proses erosi yang tinggi akan mengakibatkan sedimentasi yang tinggi pula
ditempat lain. Terakumulasinya sedimen di daerah danau atau waduk tempat lain
mengakibatkan pendangkalan secara cepat sehingga dapat merusak ekositemnya
disamping proses pelumpuran yang cepat
.
Selain itu proses pelumpuran yang cepat di daerah pantai dapat menyebabkan buruk
bagi kehidupan disekitarnya, sehingga membahayakan dan terjadi kerusakan
terumbu karang dan tempat ikan bertelur yang berampak buruk pula bagi kehidupan
manusia.
Pengertian
Degradasi Lahan
Barrow
(1991) mendefinisikan degradasi lahan sebagai hilangnya atau berkurangnya
kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan. kehilangan atau
perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh
yang lain. Degradasi lahan akan berdampak baik bagi manusia dan mahluk hidup
lainnya. Degradasi lahan akan mengakibatkan penurunan produktivitas, migrasi,
ketidakamanan pangan, bahaya bagi sumberdaya dan ekosistem dasar, serta
kehilangan biodiversitas melalui perubahan habitat baik pada tingkat spesies
maupun genetika. Selain itu degradasi lahan akan berdampak pada kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang bergantung pada lahan sebagai sumber penghidupannya
berupa meningkatnya angka kemiskinan.
Degradasi
lahan adalah proses penurunan proses produktivitas lahan, baik yang sifatnya
sementara maupun tetap.
Dampak Kerusakan Lingkungan, Sumber Air di Klaten Tinggal 133
KLATEN -
In News Online ; Kerusakan
lingkungan ternyata membawa dampak nyata bagi keberadaan sumber-sumber mata air
di Kabupaten Klaten. Karena, sumber mata air di wilayah Klaten terus berkurang
seiring laju kerusakan lingkungan. Hal tersebut membawa keprihatinan bagi
Klaten yang selama ini dikenal sebagai daerah kaya sumber air.
Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Study Pertanian dan Informasi
Lingkungan di Klaten, S Budhi Susilo kepada wartawan mengungkapkan sebelum
tahun 2000 misalnya, sumber air di Klaten mencapai lebih dari 230. Namun saat
ini, tinggal sekitar 133 sumber air yang efektif.
"Kondisinya memang seperti itu. Kita sudah tidak tahu lagi bagaimana nasib
sumber air dalam lima tahun mendatang,’’ kata Budhi yang juga pengamat
lingkungan itu.
Kondisi ini diperparah oleh menurunnya permukaan air yang ada di Klaten.
Pihaknya mencontohkan sumber air Kewanen yang terletak di Bumi Perkemahan
Kepurun, Manisrenggo, Klaten. Sekitar tahun 1999, di wilayah setempat sangat
melimpah airnya. Namun, sekarang kondisinya sudah jauh berbeda. Saat itu (tahun
2000-red) air di sana sangat melimpah. Di sumber air tersebut, saat ini
paling-paling kedalamannya tinggal dua ruas jari.
Lebih lanjut dijelaskan kondisi tersebut terjadi karena laju kerusakan
lingkungan lebih cepat dibandingkan dengan tingkat reklamasi lahan. Terlebih
lagi, areal yang selama ini dikenal sebagai daerah resapan air, saat ini sudah
mengalami perubahan bentuk fisiknya.
"Kita lihat saja Deles, Desa Sidorejo, Kemalang, sekitar lima tahun lalu.
Suasananya sangat hijau. Sekarang yang ada tinggal lahan-lahan bekas galian
pasir. Di wilayah setempat, sudah tidak efektif lagi sebagai daerah resapan
air," tandas Budhi, Senin (24/9).
Menurutnya, proses vegetasi di wilayah tangkapan air tidak berjalan lagi. Air
hujan langsung masuk ke tanah tanpa pernah ditangkap oleh pohon-pohonan.
"Air yang masuk ke tanah langsung bablas ke laut. Kalaupun ada yang ada
dipermukaan, akan langsung menguap ketika kena sinar matahari, tambah dia.
Karena itu, lanjut dia, Pemkab Klaten harus cepat tanggap dengan kondisi yang
memprihatinkan tersebut. Pemkab, kata Budhi, mempunyai kewajiban untuk
menghentikan laju kerusakan ekosistem. Kalaupun ada eksplorasi dan eksploitas
terhadap kekayaan alam, harus diikuti dengan reklamasi yang efektif.
"Kalau laju ekplorasi itu sesuai dengan laju reklamasi, pasti tidak akan
terjadi masalah. Sayangnya, hal ini tidak terjadi," tandas dia.
Terkait soal dampak penambangan pasir di wilayah lereng Gunung Merapi, dia
mengungkapkan harus ada penanganan yang menyeluruh. Dalam artian, tidak
semata-mata melakukan penertiban. Namun harus diikuti langkah nyata untuk
menyelesaikan kebutuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan
peruntungan ekonomis dari penambangan pasir.
Ribuan
Usaha Pertambangan Galian C di Klaten Ilegal
Penulis : Djoko Sarjono
KLATEN--MICOM: Kerusakan lingkungan
di kawasan lereng Gunung Merapi di wilayah Kecamatan Kemalang, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah, semakin parah akibat penambangan galian C yang tidak terkendali.
Usaha pertambangan galian C di daerah itu mencapai ribuan dan sebagian besar
ilegal. Aktivitas pertambangan dilakukan oleh warga sekitar lereng gunung.
Hanya ada tujuh yang memiliki surat izin pertambangan daerah (SIPD).
"SIPD dikeluarkan oleh provinsi. Sedangkan pemerintah kabupaten hanya
merekomendasi," kata Kasubag Sumber Daya Alam Bagian Perekonomian
Pemerintah Kabupaten Klaten Sarwono kepada mediaindonesia.com, Senin
(25/6).
Penambang ilegal terkonsentrasi di alur Kali Woro. Jumlah mereka ribuan dan
menambang secara manual. Sedangkan yang berizin beroperasi di lahan pekarangan
penduduk dengan menggunakan alat berat.
Namun, tidak sedikit penambang liar juga menggunakan alat berat. Meski kerap
terjaring razia tim penertiban penambangan galian C, mereka tetap saja nekad
beroperasi.
Kerusakan lingkungan areal pertambangan galian C, disebabkan reklamasi yang
menjadi kewajiban penambang tidak dilakukan dengan baik dan konsisten.
Akibatnya, kerusakan lingkungan itu menjadi semakin parah.
Kegiatan eksploitasi galian C di Kemalang, dilakukan tanpa henti siang dan
malam. Dalam 24 jam tidak kurang 2.500 truk pengangkut pasir dan batu
mondar-mandir di jalan wilayah Kabupaten Klaten.
Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya air (untuk selanjutnya nanti akan disebut dengan UU No.7 Tahun 2004) juga
sudah ditegaskan bahwa pada hakekatnya air tersebut mempunyaI fungsi sosial,
ekonomi dan lingkungan.
a. Fungsi sosial yang
dimaksud dalam UU No.7 tahun 2004 ini adalah pemanfaatan sumber daya air untuk
kepentingan umum (minum, memasak, mencuci, mandi, dan pertanian);
b. fungsi lingkungan
adalahpemanfaatan sumber daya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus
sebagai tempat kelangsungan flora dan fauna;
c. fungsi ekonomi adalah
pemanfaatan sumber daya air untuk menunjang kegiatan usaha (pasal 4 dan
penjelasannya).
1. Wawasan Pengembangan Sumber Daya Air
Pengembangan sumber daya air adalah
merupakan upaya pendayagunaan sumber-sumber air secara terpadu dengan upaya
pengelolaan, pengendalian dan pelestariannya.
Wawasan pengembangan sumber daya air
adalah cara pandang atau cara memahami daripada upaya pendayagunaan
sumber-sumber air secara terpadu melalui kegiatan pengelolaan, pengendalian,
dan pelestariannya.
Peningkatan kebutuhan akan air telah
menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan sehingga
mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Gejala degradasi fungsi lingkungan
sumber daya air ditandai dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau
yang semakin tajam, pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk dan lainnya.
Disamping tantangan fisik tersebut,
pengelolaan sumber daya air juga mengalami tantangan dalam penanganannya
seperti tidak tercukupinya dana operasi dan pemeliharaan, lemahnya kordinasi
antar instansi terkait dan masih kurangnya akuntabilitas, transparansi serta
partisipasi para pihak (stakeholders) yang mencerminkan good governance dalam
pengelolaan sumber daya air.
Sementara itu seiring dengan semangat
reformasi disektor publik seperti good governance, akuntabilitas publik,
otonomi daerah dan pemberdayaan keuangan daerah sebagaimana telah diamanatkan
oleh TAP – TAP MPR dan UU no.32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU no.
33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada
awal milenium ketiga ini telah terjadi pula pergeseran paradigma pengelolaan
sumber daya air, yang dulunya pengelolaan secara sektoral berubah menjadi
pengelolaan secara holistik, komprehensif dan terpadu.
Pengelolaan kebutuhan atau alokasi air
tidak saja untuk pertanian, domestik, perkotaan, industri dan kebutuhan lainnya
tetapi air juga sebagai komoditas ekonomi yang memiliki fungsi sosial yang
berwawasan lingkungan. Pengembangan organisasi pengelola air diharapkan dapat
menuju ke desentralisasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan dan pembiayaan sumber daya air.
PENGELOLAAN SUMBER
DAYA AIR
1. Permasalahan Dalam pengelolaan Sumber
Daya Air
Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber
daya air pada dasarnya terdiri atas 3 aspek yaitu terlalu banyak air,
kekurangan air dan pencemaran air. Banjir sering terjadi di banyak daerah di
Indonesia antara lain di kota besar seperti Jakarta, Medan, Semarang maupun di
pedesaan dengan kerugian yang dialami mencapai milyaran bahkan sampai trilyunan
rupiah. Untuk mengatasi bahaya banjir dan kerugian yang diakibatkannya terdapat
upaya struktural dan non struktural. Upaya struktural meliputi normalisasi
sungai, pembuatan tanggul, sudetan, waduk pengendali banjir, daerah retensi
banjir dan perbaikan lahan (reboisasi, terassering); sedangkan upaya non struktural
adalah zonasi banjir, pengaturan pada dataran banjir, peramalan banjir dan
peringatan dini, dan pemasangan peil banjir.
Potensi air permukaan yang dimiliki oleh
Indonesia diperkirakan sebesar 1.789.000 juta m3/tahun yang berasal dari
seluruh pulau – pulau di indonesia seperti Papua sekitar 401.000 juta m3/tahun,
Kalimantan 557.000 juta m3/tahun, dan Jawa 118.000 juta m3/tahun (Direktorat
Jenderal Pengairan, 1995). Hal ini belum termasuk potensi sumber air tanah yang
jumlahnya tidak sedikit. Secara umum alokasi kebutuhan air dikelompokkan dalam
3 kategori kebutuhan, yaitu kebutuhan air domestik, pertanian dan industri.
Ketersediaan air untuk Pulau jawa dan Bali sudah berada dalam kondisi kritis.
Kondisi ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan memicu kerusakan
lingkungan air. Konflik antar Kabupaten dan antar penduduk dengan pengusaha
berkaitan dengan keterbatasan volume air mulai mencuat kepermukaan akhir –
akhir ini.
Terjadinya pencemaran air disebabkan oleh
tingginya beban pencemaran yang masuk ke dalam sumber air. Berdasarkan data
yang tercatat, pada tahun 2015, beban pencemaran meningkat, apabila tidak
dilakukan upaya pengendalian pencemaran yang memadai (PUSAIR, 1990).
Sampai saat ini air tanah masih merupakan
sumber air minum yang sangat penting bagi penduduk Indonesia baik di perkotaan
maupun di perdesaan. Hanya 28% (37 juta jiwa) dari total penduduk yang dapat
dilayani PDAM yaitu 26.7 juta penduduk perkotaan dan 10.3 juta penduduk
pedesaan, sedangkan sisanya sebagian besar menggunakan air sumur (PERPAMSI,
2000).
Terbatasnya sarana pengolahan limbah
penduduk (domestik) serta tingginya penggunaan tangki septik pada daerah
permukiman, telah mencemari air tanah dangkal.
2. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai
Dalam kerangka kegiatan penyusunan kebijakan
pendayagunaan sumber daya air dan konservasi daerah aliran sungai telah disusun
prioritas satu sampai tiga daerah aliran sungai kritis untuk masuk dalam
program konservasi. Penyusunan prioritas didasarkan pada nilai indeks
pemanfaatan air, koefisien variasi ketersediaan air yang menggambarkan
ketersediaan air sebagai fungsi waktu. Perubahan tata guna lahan yang tidak
terkendali mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang teridentifikasi
dari semakin besarnya perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum.
3. Kerusakan Lingkungan Morfologi Sungai
Hasil identifikasi lapangan menunjukkan
bahwa 90% morfologi ruas sungai yang mengalir disekitar sentra-sentra
pengembangan wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera berada dalam kondisi rusak amat
sangat berat. Penyebab utama kerusakan morfologi sungai adalah kegiatan
penambangan material dasar sungai yang tidak terkendali.
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA
AIR
Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan dan pengusahaan sumber daya air secara optimal,
berhasil guna dan berdaya guna. Upaya ini ditujukan untuk memanfaatkan sumber
daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan kebutuhan pokok kehidupan
masyarakat secara adil.
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial
untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat membayar jasa
pelayanan pengelolaan sumber daya air dan melibatkan peran serta masyarakat.
1. Penatagunaan Sumber Daya Air.
Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1)
ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada
sumber air .Zona ini digunakan sebagi acuan untuk : penyusunan atau peeubahan
RTRW atau perubahan RTRW, rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan
dengan :
a. Mengalokasikan zona
untuk fuungsi lindung dan budi daya;
b. Menggunakan dasar hasil
penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;
c. Memperhatikan ruang
sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber air;
d. Memperhatikan
kepentingan bebagai jenis pemanfaatan;
e. Melibatkan peran
masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan
f. Memperhatikan fungsi
kawasan.
Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai
dilakukan dengan memperhatikan :
a. Daya dukung sumber air;
b. Jumlah dan penyebaran
penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
c. Perhitungan dan proyeksi
kebutuhan sumber daya air;
Pemanfaatan air yang sudah ada.